Tuesday, November 10, 2015

Filled Under:

BIJAK MENGGUNAKAN MEDIA SOSIAL



Seperti yang sudah dibahas pada tulisan pertama, fakta bahwa kehidupan kita di zaman ini sudah begitu dekat dengan internet khususnya situs jejaring sosial atau social media. Kehadiran Facebook, Twitter, Path, Instagram, Linked In, dan media sosial lainnya tak pelak menjadi boomerang bagi penggunanya sendiri jika salah dalam memanfaatkan media sosial yang digunakan. Menggunakan media sosial akan menjadi permasalahan hukum apabila kita, baik disengaja maupun tidak disegaja melakukan tindakan-tindakan yang merugikan pihak tertentu dan kemudian akan dijerat dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang disetujui oleh Pemerintah dan DPR pada tanggal 25 Maret 2008 dan diundang-undangkan pada tanggal 21 April 2008. Seberapa besarkah peran dari UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE ini mengatur kehidupan manusia khususnya bagi para pengguna media sosial?. Ada tiga “ancaman” yang dibawa UU ITE yang berpotensi menimpa pengguna media sosial, yaitu :
1. Ancaman pelanggaran kesusilaan [Pasal 27 ayat (1)].
2. Penghinaan dan/atau pencemaran nama baik [Pasal 27 ayat (3)].
3. Penyebaran kebencian berdasarkan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA)
[Pasal 28 ayat (2)].
Dalam ketentuan Pasal 27 ayat (1) UU ITE menyatakan : “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.” Dari Pasal 27 ayat (1) tersebut dapat kita pahami bahwa cakupan tersebut bisa saja setiap pengguna media sosial yang memberikan gambargambar senonoh atau memberikan jasa penjualan seks komersial sebagai tempat transaksi akan dikenakan dalam pasal ini. Sementara dalam ketentuan Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang menyatakan: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.” Dari Pasal 27 ayat (3) UU ITE dapat kita pahami bahwa cakupan pasal tersebut sangat
luas. Mengenai perbuatan memberikan taut (hyperlink) ke sebuah situs yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik juga dapat dijerat juga memenuhi unsur ketiga pasal tersebut. Karena itu mungkin dapat dipahami mengapa sebagian orang melihat pasal tersebut sebagai ancaman serius bagi pengguna internet pada umumnya. Walaupun di sisi lain, dalam UU ITE juga dinyatakan bahwa suatu informasi/dokumen elektronik tidak dengan serta-merta atau otomatis akan menjadi suatu bukti yang sah. Pasalnya, untuk menentukan apakah informasi/dokumen eletronik dapat menjadi alat bukti yang sah masih memerlukan suatu prosedur tertentu yaitu harus melalui sistem elektronik yang diatur berdasarkan undang-undang tersebut.
Selanjutnya di dalam ketentuan Pasal 28 ayat (2) UU ITE yang menyatakan:
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).”

Dari Pasal 28 ayat (2) UU ITE dapat kita pahami bahwa sebenarnya pembuatan pasal ini adalah untuk mencegah terjadinya perbuatan anarkis, permusuhan ataupun pertikaian. Cakupannya sangat luas yakni siapapun yang menggunakan sosial media yang kemudian melanggar dari apa yang telah dituliskan dalam pasal diatas. Contoh penerapannya adalah apabila ada seseorang yang
mengupdate atau mengupload sesuatu yang ditujukan untuk menghina suku, golongan, agama atau kelompok tertentu maka dapat dikenanakan hukuman sesuai dengan ketentuan dalam pasal 28 ayat (2) ini. UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE ini tidak peduli bagi siapapun yang melanggar
ketentuan yang telah dituliskan dalam undang-undang. Ancaman pidana bagi yang melanggar UU ITE ini adalah hukuman penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah). Masih segar dalam ingatan kita tentang kasus Florence yang melakukan penghinaan terhadap Yogyakarta melalui akun Path miliknya beberapa waktu lalu. Meskipun Sri sultan Hamengku Buwono X selaku raja di keraton Yogyakarta menyatakan telah memaafkan tentang kelakuan mahasiswa pasca sarjana di Universitas Gadjah Mada tersebut, tetapi tetap saja Florence dikenakan sanksi sesuai dengan UU ITE dan ditambah lagi dengan hukuman dari Universitas Gadjah Mada.
Di dunia internasional, baru-baru ini mantan pemain Manchester United, Rio Ferdinand juga dikenai sanksi karena “kicauan” tak terpuji yang dia lakukan melalui akun Twitter miliknya. Bahkan jauh sebelum itu telah kita dengar banyak remaja putri hilang atau pergi berhari-hari tanpa diketahui keberadaannya setelah bepergian dengan pria yang dikenalnya melalui Facebook. Bukan keberadaan media sosial yang kemudian kita salahkan dan UU ITE yang kita salahkan akan tetapi diperlukan wawasan yang luas dan matang dalam bersosial media dan tak kalah penting juga pengendalian diri kitasaat menggunakan sosial media. Sekali lagi, bijaklah menggunakan sosial media.

baca juga UMUR MANUSIA

0 comments:

Post a Comment

Copyright @ 2013 RABBANI.

Designed by | TechTabloids